Hai, seandainya kamu tahu, bahwa dulu aku pernah benar-benar jatuh
cinta padamu. Memang saat itu bukan pertama kalinya aku jatuh cinta. Tapi tetap
saja hatiku meledak-ledak. Rasanya seperti ada ombak yang berdebur kencang di
sana.
Saat itu, setiap kali aku melihat kamu, setiap kali kamu bicara
padaku, setiap kali kamu tersenyum, rasanya ada yang berdesir hangat di dalam
dada. Dan setiap kali mata kamu menatapku, rasanya mata itu menembus ke dalam
diriku, dan menguasai seluruh hatiku. Kalau sudah begitu, rasanya aku begitu
ingin ditelan bumi. Karena aku bingung bagaimana caranya menyembunyikan wajahku
yang sedang merah padam.
Duh, lalu kamu senyum lagi. Rasanya wajahku panas sekali. Belum lagi
kupingku ikut panas. Lantaran kawan-kawan di sekitar kita sepertinya lebih dulu
membaca rasaku padamu. Lalu turut meramaikan dengan senyum penuh arti, dan
aneka sorakan.
Aku sering bertanya-tanya, bagaimana dengan kamu? Apa yang kamu
rasakan atau pikirkan tentangku. Saat aku mencoba memberanikan diri untuk
melihatmu, ternyata kamu masih bertahan dengan senyummu yang memikat itu.
Bahkan senyuman kamu itu semakin lebar. Ah, jangan-jangan kamu hanya ngerjain aku.
Kamu ingat hari terakhir kita sekelas? Hari itu aku mengenakan baju
pink. Saat itu kita sedang diskusi kelompok, jarak kita terpisah seluas lebar
ruangan. Aku menangkap tatapanmu beberapa kali menemuiku. Tentu saja saat itu
aku juga sedang curi-curi pandang kepadamu. Seorang kawan di sebelahmu
memanggilku, mengomentariku yang mengenakan baju berwarna cerah. Tiba-tiba
keluar suara dari mulutmu, hanya dua kata: “Lebih manis.” Dan kamu berhasil
membuat satu ruangan rusuh menyoraki kita.
Lalu seminggu masa kebersamaan kitapun habis, seiring dengan
berakhirnya saat-saatku bisa memandangmu dan merasakanmu dari dekat. Kita
menjadi jarang bertemu, meski aku masih sering ke fakultasmu untuk makan di
kantinnya. Tak sekedar makan memang, karena berharap bisa bertemu denganmu
lagi.
Satu saat akhirnya kita bertemu. Lalu tiba-tiba kamu bilang kamu
kangen padaku. Aku hanya terdiam, bertahan dengan gengsi, dan tak menanggapi.
Tapi diam-diam hatiku bersemi, meski pikirku melarangku untuk berharap terlalu
besar.
Hampir tujuh tahun sejak pertama kali kita bertemu, dan kamu
menggoreskan warna dalam hidupku. Aku sudah berjalan dengan hidupku, kamu pun
begitu. Kita tetap berteman, ya, kita berakhir hanya sebagai teman. Saat
akhirnya aku memutuskan menjalin hubungan dengan seorang pria, kamupun akhirnya
menjalin hubungan dengan perempuan yang saat ini telah kaunikahi.
Hanya saja, rasanya tetap menyenangkan mengenang keluguan, kelucuan,
dan ketulusan yang dulu pernah ada. Jatuh cinta memang selalu indah, meski kita
sudah berkali-kali merasakannya. Terima kasih untuk menggoreskan warna-warna
indah dalam hidupku.
28 Januari 2012
Aku yang tiba-tiba menemukan
puisi yang kubuat untukmu dulu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar