Halaman

Jumat, 27 Januari 2012

Sepenggal Kenangan Manis


Hai, seandainya kamu tahu, bahwa dulu aku pernah benar-benar jatuh cinta padamu. Memang saat itu bukan pertama kalinya aku jatuh cinta. Tapi tetap saja hatiku meledak-ledak. Rasanya seperti ada ombak yang berdebur kencang di sana.

Saat itu, setiap kali aku melihat kamu, setiap kali kamu bicara padaku, setiap kali kamu tersenyum, rasanya ada yang berdesir hangat di dalam dada. Dan setiap kali mata kamu menatapku, rasanya mata itu menembus ke dalam diriku, dan menguasai seluruh hatiku. Kalau sudah begitu, rasanya aku begitu ingin ditelan bumi. Karena aku bingung bagaimana caranya menyembunyikan wajahku yang sedang merah padam.

Duh, lalu kamu senyum lagi. Rasanya wajahku panas sekali. Belum lagi kupingku ikut panas. Lantaran kawan-kawan di sekitar kita sepertinya lebih dulu membaca rasaku padamu. Lalu turut meramaikan dengan senyum penuh arti, dan aneka sorakan.

Aku sering bertanya-tanya, bagaimana dengan kamu? Apa yang kamu rasakan atau pikirkan tentangku. Saat aku mencoba memberanikan diri untuk melihatmu, ternyata kamu masih bertahan dengan senyummu yang memikat itu. Bahkan senyuman kamu itu semakin lebar. Ah, jangan-jangan kamu hanya ngerjain aku.

Kamu ingat hari terakhir kita sekelas? Hari itu aku mengenakan baju pink. Saat itu kita sedang diskusi kelompok, jarak kita terpisah seluas lebar ruangan. Aku menangkap tatapanmu beberapa kali menemuiku. Tentu saja saat itu aku juga sedang curi-curi pandang kepadamu. Seorang kawan di sebelahmu memanggilku, mengomentariku yang mengenakan baju berwarna cerah. Tiba-tiba keluar suara dari mulutmu, hanya dua kata: “Lebih manis.” Dan kamu berhasil membuat satu ruangan rusuh menyoraki kita.

Lalu seminggu masa kebersamaan kitapun habis, seiring dengan berakhirnya saat-saatku bisa memandangmu dan merasakanmu dari dekat. Kita menjadi jarang bertemu, meski aku masih sering ke fakultasmu untuk makan di kantinnya. Tak sekedar makan memang, karena berharap bisa bertemu denganmu lagi.

Satu saat akhirnya kita bertemu. Lalu tiba-tiba kamu bilang kamu kangen padaku. Aku hanya terdiam, bertahan dengan gengsi, dan tak menanggapi. Tapi diam-diam hatiku bersemi, meski pikirku melarangku untuk berharap terlalu besar.

Hampir tujuh tahun sejak pertama kali kita bertemu, dan kamu menggoreskan warna dalam hidupku. Aku sudah berjalan dengan hidupku, kamu pun begitu. Kita tetap berteman, ya, kita berakhir hanya sebagai teman. Saat akhirnya aku memutuskan menjalin hubungan dengan seorang pria, kamupun akhirnya menjalin hubungan dengan perempuan yang saat ini telah kaunikahi.

Hanya saja, rasanya tetap menyenangkan mengenang keluguan, kelucuan, dan ketulusan yang dulu pernah ada. Jatuh cinta memang selalu indah, meski kita sudah berkali-kali merasakannya. Terima kasih untuk menggoreskan warna-warna indah dalam hidupku.

28 Januari 2012
Aku yang tiba-tiba menemukan puisi yang kubuat untukmu dulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar